Senin, 25 April 2016

Fakta Membanggakan Indonesia di Piala Thomas dan Uber


Babak kualifikasi Piala Thomas dan Uber 2016 akan segera dihelat di Hyderabad, India, 15-21 Februari 2016. Indonesia akan menurunkan putra-putri terbaiknya di ajang kejuaraan beregu ini.

Tommy Sugiarto, Ihsan Maulana Mustofa, Anthony Sinisuka Ginting, Jonatan Christie, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan, Angga Pratama/Ricky Karanda Suwardi, dan Rian Agung Saputri/Berry Angriawan didaulat untuk mewakili Indonesia di tim putra.
Sementara itu, Maria Febe Kusumastuti, Linda Wenifanetri, Fitriani, Hanna Ramadini, Greysia Polii/Nitya Krishinda Maheswari, Anggia Shitta Awanda/Ni Ketut Mahadewi Istarani, serta Della Destiara Haris/Rosyita Eka Putri Sari menghiasi daftar nama wakil tim putri Indonesia.
Indonesia sendiri memiliki catatan sejarah membanggakan dalam perjalanan Piala Thomas dan Uber. Berikut ini rekor prestasi yang berhasil ditorehkan Indonesia:
  1. Rekor juara terbanyak di ajang Piala Thomas
    Indonesia menjadi pemegang rekor gelar juara terbanyak di ajang Piala Thomas, sejak dimulainya Piala Thomas pada tahun 1949 hingga saat ini. Total rekor yang berhasil dicatatkan Indonesia adalah 13 kali juara dan 5 kali runner up. Bahkan, Tiongkok yang kini dikenal sebagai negara adidaya bulutangkis belum mampu menyaingi rekor Indonesia. Tiongkok berada di peringkat kedua pemegang rekor terbanyak dengan perolehan 9 gelar juara dan 2 runner up.
  2. Rekor juara beruntun di ajang Piala Thomas
    Indonesia satu-satunya negara yang pernah mencetak rekor 3, 4, dan 5 kali gelar juara berturut-turut di ajang Piala Thomas. Indonesia mencetak hattrick pada tahun 1958, 1961, dan 1964. Gelar juara sempat dicuri Malaysia pada tahun 1967, namun Indonesia kembali merebut kejayaannya dengan meraih 4 gelar juara berturut-turut di tahun 1970, 1973, 1976, dan 1979. Torehan prestasi terbesar Indonesia di ajang Piala Thomas terjadi pada rentang tahun 1994-2002, tak tanggung-tanggung, 5 gelar juara beruntun berhasil digondol sang saka merah putih.
  3. Pemain pertama yang bermain terbanyak di final
    Pemain asal Indonesia Rudy Hartono merupakan pemain pertama yang sukses bermain di final Piala Thomas sebanyak 6 kali berturut-turut di antara tahun 1967-1982. Saat pertama kali mengikuti Piala Thomas, usianya pun masih sangat muda, yaitu baru 17 tahun.
  4. Salah satu dari lima negara yang pernah menjuarai Piala Uber
    Sejauh ini hanya 5 negara yang pernah menjuarai Piala Uber. Indonesia masuk ke dalam daftar berdampingan dengan Tiongkok, Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan. Saat ini Indonesia menempati posisi ketiga pemegang juara Piala Uber terbanyak dengan total raihan 3 kali juara dan 7 kali runner up.
  5. Rekor Tuan Rumah Piala Thomas dan Uber
    Indonesia menjadi negara yang menjadi tuan rumah Piala Thomas dan Uber terbanyak dengan total 9 kali penyelenggaraan yang dilangsungkan di Jakarta.
Lama puasa gelar, yaitu terakhir di tahun 2002, Indonesia kembali meretas asa untuk membawa pulang Piala Thomas maupun Uber tahun ini. Dari hasil undian grup Kualifikasi, tim Piala Thomas Indonesia satu grup dengan Taiwan, Thailand, dan Maladewa. Sementara tim Piala Uber Indonesia satu grup dengan Korea dan Maladewa. Final Piala Thomas dan Uber 2016 sendiri rencananya akan digelar di Kunshan, China, 15-22 Mei 2016.

Selasa, 12 April 2016

Mengenang Kembali Kejayaan Liem Swie King, Legenda Bulu Tangkis Indonesia



Sebagai pemain bulu tangkis Liem Swie King dapat dikatakan sebagai pemain yang serba lengkap. Dengan permainan net yang tajam dan halus, stroke-nya lengkap, smash-nya keras kerap membuat lawan-lawannya kalang kabut.
Dilakukan sambil melayang, shuttlecock dipukul saat tubuh belum menyentuh tanah. Smash yang dilakukan sambil meloncat juga menjadi trade mark tersendiri dengan sebutan King Smash. Dialah: Liem Swie King!
Pada malam yang bersimbah keringat itu dia berhasil mengalahkan maestro bulu tangkis Indonesia, Rudy Hartono.
Pada pertandingan final All England 1978 itu terjadi all Indonesia final. Dan itulah pertama kali King menjadi juara All England. Dan sejak saat itulah Liem Swie King memyedot animo dari para pecinta bulu tangkis Indonesia, namanya mulai disegani lawan.
Bulu tangkis adalah kegemaran King sejak kecil. Pria yang lahir di Kudus 28 Februari 1956 itu mengaku, dulu ketika akan bermain dia memasang sendiri net di lapangan.


Liem Swie King sekarang
(credit Foto Detik)

King juga ingat betapa sikap keras ayahnya. Sudah barang tentu Sang Ayah akan marah besar setiap kali dia pulang dengan tertunduk karena kalah. Itulah yang memacu dirinya untuk bisa menjadi juara.
Dari sebuah gudang pabrik rokok Djarum itulah semua cerita dimulai. Gudang yang pada pagi hingga siang digunakan sebagai tempat produksi. Pada sore harinya, setelah hiruk pikuk pekerjaan melinting rokok selesai, kemudian disulap menjadi lapangan bulu tangkis.
Tidak hanya karyawan tetapi juga masyarakat umum, termasuk Liem Swie King berlatih di antara aroma sisa-sisa tembakau.
Di antara orang-orang yang berlatih itulah, CEO PT Djarum Budi Hartono yang juga penggemar bulu tangkis mengamati perkembangan Liem Swie King.
Dia lalu menginstruksikan kepada King untuk latihan servis dengan sasaran ke sudut-sudut jauh base-line. Pada setiap sudut ditempatkan sebuah tong kecil dan setiap bola servis yang masuk ke tong diperhitungkan jumlahnya.
Terkesan dengan bakat King, Budi Hartono kemudian meminta Agus Susanto yang juga kakak iparnya untuk melatih King lebih serius. Sebagai hasilnya pada 1972, di Piala Moenadi, King keluar sebagai juara tunggal putra yunior.
Itu adalah gelar pertamanya di dunia bulu tangkis. Setahun berikutnya, King menjadi runner-up PON 1973 di Jakarta. Pada tahun itu PB PBSI memanggilnya ke Pelatnas di Senayan.
Sejak itulah perlahan-lahan King menjelma menjadi King Smash. Dia meraih gelar kejuaraan bulu tangkis bergengsi All England pada 1978, 1979, dan 1981, dan termasuk secara beregu membawa lambang supremasi bulu tangkis beregu putra Piala Thomas tahun 1976, 1979, dan 1984.
Gelar kemenangan Swie King menjadi puluhan bila ditambah dengan turnamen “grand prix” yang lain. King juga menyumbang medali emas Asian Games di Bangkok 1978, dan enam kali membela tim Piala Thomas.
Tapi dia manusia yang pasti tidak pernah sempurna. Banyak pengamat menilai dia punya kekurangan pada mentalnya. Menjelang final All England 1980, setelah lampu-lampu dipadamkan dia tidak segera bisa tidur. Memikirkan lawan perkasa yang sudah garang menantinya: Prakash Padukone dari India.
Kemudian King kalah. King juga pernah diskors PBSI. Dia terlambat datang di partai tunggal putra SEA Games melawan Lee Hai Thong dari Singapura, akibatnya dia dinyatakan kalah WO.
Skorsing 3 bulan adalah waktu yang terlalu lama, apalagi bagi seorang atlit yang haus gelar. Dalam masa skorsing itulah, pemuda yang sesungguhnya pemalu itu tiba-tiba terjun di dunia film. Ia bermain dalam film Sakura Dalam Pelukan, mendampingi Eva Arnaz yang sexy itu.
Mei 1984, pada kejuaraan bulu tangkis beregu Piala Thomas melawan Cina, lewat pertarungan seru di Kuala Lumpur, King yang bermain di tunggal pertama dan diharapkan membawa kemenangan, sekaligus memudahkan jalan bagi pemain selanjutnya ternyata dia kandas.
Ia kalah rubber set 15-7, 11-15, 10-15 dari pemain Cina yang jadi musuh bebuyutannya, Luan Jin, tapi Piala Thomas berhasil diboyong. Demikian juga beberapa waktu sebelumnya, di arena All England, King juga gagal.
Tapi kali ini dia dihentikan pemain tangguh Denmark, Morten Frost Hansen. Dari serangkaian kegagalan tersebut, King akhirnya memutuskan mundur dari percaturan bulu tangkis tunggal perseorangan, setelah berkiprah selama 15 tahun.
Kini ayah dari Alexander, Stephanie dan Michelle, serta istri Lucia Sumiati Alamsah ini mengisi harinya dengan berkumpul bersama keluarga.
Setidaknya setiap seminggu dua kali dia masih sempat bermain tenis sambil mengelola bisnis perhotelan dan spa di Jakarta. Ironisnya ketiga anak Liem Swie King tidak tahu bahwa ayahnya adalah seorang legenda bulutangkis Indonesia.

(Sumber: Sejarah Bangsa Indonesia, Dekade 80, dan berbagai sumber lainnya sebagai referensi perbandingan; Sumber gambar: Berbagai sumber)

Mengenang Ellyas Pical, Legenda Hidup Tinju Indonesia dan Dunia

Ellyas Pical adalah dunia pertama tinju juara dari Indonesia , dan tiga kali IBF kelas Super flyweight juara (1985 - 1989).



Masa Kecil.

Ellyas Pical (lahir di Ullath, Saparua, Maluku Tengah, Maluku, 24 Maret 1960; umur 52 tahun) adalah petinju asal Indonesia yang merupakan juara dunia pertama dari Indonesia. Ellyas Pical juga merupakan putera daerah/anak negeri Ullath, ia merupakan keturunan dari keluarga besar (fam/marga) Pical.

Ellyas Pical, seorang pemuda lugu yang lahir dan besar sebagai anak miskin, ia tidak melanjutkan sekolah karena faktor biaya, pekerjaannya tiap hari menyelam untuk mencari mutiara alami, yang menyelam sampai ke dasar laut untuk mencari mutiara alam. Karena seringnya menyelam saat kecil itu, pendengaran Pical agak kurang peka.



Awal bertinju

Pical jatuh cinta kepada olahraga tinju sejak menonton pertandingan-pertandingan tinju di TVRI, terutama pertandingan Muhammad Ali. , kemudian ditemukan oleh seorang pencari bakat tinju dan dilatih tinju di Jakarta, singkat cerita jadilah ia petinju dengan hook dan jab tangan kanannya yang sangat kuat.

Pical telah menggeluti olahraga tinju sejak berusia 13 tahun, dengan berlatih sembunyi-sembunyi karena dilarang oleh kedua orangtuanya. Elly boleh dibilang memulai karir dari nol. Ia mengenal ring tinju didilatih oleh almarhum Teddy van Room. Tiga tahun setelah tekun berlatih, ia bergabung dengan sasana tinju Garuda Pattimura. Elly memutuskan untuk memilih tinju prof. Alasannya, sebagai petinju amatir ia tak memperoleh apa-apa. Tinju amatir tak mampu memberinya harapan yang cerah di masa depan. Ellyas Pical memiliki tinggi badan 163 cm dan berat 52 kg. Dengan latihan keras selama satu setengah bulan, ia telah menunjukkan prestasi lumayan gemilang. Pukulan hook dan uppercut kirinya yang terkenal cepat dan keras itu, membawa Pical ke puncak popularitas. Oleh pers, pukulan tersebut dijuluki sebagai "The Exocet", merujuk pada nama sebuah rudal milik Perancis yang digunakan oleh Argentina yang dalam Perang Malvinas yang berkecamuk pada masa jaya Pical saat itu.

Dengan latihan lebih keras dan intensif pasti ia akan menunjukkan prestasi yang lebih tinggi, ia memang punya cita-cita untuk menjadi juara dunia. "Yakin saya. Pasti," katanya mengenai cila-citanya itu. Itu makanya sampai kini ia mengaku tak pernah memikirkan soal pacar. Nanti, setelah tiga kali mempertahankan gelar OPBF ia baru berniat mencari teman hidup.



Kejuaraan dunia

Sebagai petinju amatir yang bermain di kelas terbang, ia kerap menjadi juara mulai dari tingkat kabupaten hingga kejuaraan Piala Presiden. Ia juga merebut gelar juara nasional di Ujungpandang, kemudian tahun 1980 dan 1981 ia terpilih sebagai petinju terbaik di kelas terbang Kejuaraan Piala Presiden. Tetapi pada SEA Games XI di Manila ia hanya merebut medali perunggu.







Karier profesionalnya dimulai pada tahun 1983 dalam kelas bantam junior. Sejak itu, berturut-turut sederet prestasi tingkat dunia diraihnya, seperti juara OPBF setelah mengalahkan Hi-yung Chung asal Korea Selatan dengan kemenangan angka 12 ronde pada 19 Mei 1984 di Seoul, Korea Selatan. Atas kemenangan ini, Pical menjadi petinju profesional pertama Indonesia yang berhasil meraih gelar internasional di luar negeri.

Ia merebut gelar juara IBF kelas bantam yunior (atau kelas super terbang) dari petinju Korea Chun Ju-do di Jakarta pada tanggal 3 Mei 1985. Elly Pical berhasil meng-KO Judo Chun ia dibopong dan mengangkat tangannya sambil berteriak “beta menang…beta menang…!!! dan ibunda Elly Pical, mama Ana menangis, juga promotor tinju legendaris Boy Bolang dan Manajer tinju Anton Sihotang.Jutaan mata orang Indonesia menatap kemenangan Ellyas Pical dengan segunung kebanggaan.

Secara lengkap berikut uraian pertandingan Ellyas Pical di kancah Kejuaraan Tinju Dunia.

1. Ellyas Pical VS Judo Chun ( Korea Selatan ) – Mei 1985 – menang KO Ronde ke-8
Satu pukulan Upper Cut Elly Pical di ronde ke – 8 akhirnya membuat Judo Chun sang Juara Dunia kelas Bantam Yr. Versi IBF mencium kanvas ring Istora Senayan Jakarta. Wasit kelas dunia Joe Cortez asal Amrik secara refleks menghitung Chun : 1,….2,….3,….4 sampai hitungan ke-10 Judo Chun tak mampu bangkit untuk meneruskan pertandingan. Penonton di Istora maupun mereka yang menyaksikan dari Televisi kemudian hanyut dalam kegembiraan. Seorang Juara Dunia Tinju telah lahir dari Bumi Pertiwi ini. Kegembiraan yang sama juga dirasakan di Ambon dan Saparua kota Kelahiran Elly. Euforia pesta kemenangan Elly benar-benar terasa hampir di seluruh negeri ini.

Kebanggaan yang sama kemudian juga disyukuri oleh Presiden waktu itu Pak Harto. Berkat kemenangan dalam pertandingan yang dipromotori oleh Alm. Boy Bolang itu tak hanya sabuk juara dunia saja yang diraih, penghargaan dari pemerintah maupun swasta yang bersifat materi juga berhasil didapat oleh Elly usai pesta kemenangan itu.

2. Elly Pical VS. Wayne Mulholland ( Australia ) – Agustus 1985 menang KO Ronde ke-3
Tugas pertama Elly dalam mempertahankan gelar yang diraih : menghadapi jagoan asal Australia yaitu Wayne Mulholland di Jakarta.

Wayne sempat sesumbar akan menjatuhkan Elly di atas ring, ternyata sesumbar itu makan diri sendiri.
Elly berhasil merobohkan jagoan negeri kangguru itu di ronde ke-3, bahkan boleh dibilang inilah lawan paling ringan sang jawara dibandingkan Judo Chun.

3. Elly Pical vs. Cesar Polanco ( Dominika ) jilid 1– Januari 1986 Kalah Angka
Lawan terberat Elly, karena Republik Dominika terletak di wilayah Amerika latin yang memiliki kultur tinju yang kuat dan berkarakter.

Di pertandingan ini Elly benar-benar menemukan lawan yang sepadan. Cesar Polanco, petinju yang mahal senyum ini benar-benar memenuhi janjinya untuk pulang ke Dominika tidak dengan tangan kosong. Pergerakannya yang lincah dan pukulan-pukulannya yang efektif membuat jagoan merah putih kehabisan taktik.

Ketika pertandingan berakhir 15 ronde dan hasil diumumkan 2 juri memenangkan Polanco sementara 1 juri asal Indonesia jelas memenangkan Elly Pical. Publik Istora dan pecinta tinju tanah air kecewa atas kekalahan ini. Sementara Elly yang baru saja lepas gelarnya sempat ngambek akan keluar dari sasana tempat dia bernaung. Terjadi ricuh internal dalam manajemen dan pengurus olahraga tinju akibat hasil pertandingan ini yang katanya disebabkan karena sang pelatih – Simson Tambunan salah strategi dan taktik.

4. Ellyas Pical vs. Cesar Polanco ( Dominika ) jilid II – Juni 1986 – menang KO Ronde ke-3

Ricuh internal berhasil ditangani dan diselesaikan dengan baik. Akibat kekecewaan publik tinju tanah air dan Ellyas Pical sendiri, maka disepakatilah bersama IBF pertandingan revans kontra Polanco. Polanco kembali datang ke Jakarta untuk melayani tantangan Elly. Tapi di pertandingan ini Elly ternyata lebih siap dengan strategi yang lebih agresif. Saat ronde ke-3, akibat 1 pukulan telak Elly, tanpa disadari Polanco tiba-tiba terhuyung jatuh. Wasit kembali menghitung, jagoan Dominika ini ternyata tak sanggup melanjutkan pertandingan lagi. Senayan kembali bergelora. Elly berhasil merebut gelarnya kembali. Sabuk IBF kembali ke pangkuan bumi pertiwi.

Yang menarik, seorang tua misterius asal Dominika yang tiba-tiba naik ring dan menggoyang-goyangkan tali ring sebelum pertandingan dimulai. Menurut pengakuan Official Polanco, Pria yang bernama Alberto Qaquias ini adalah tim pelatih Polanco. Tapi belakangan baru diketahui bahwa si kakek tua Qaquias ini adalah dukun yang dibawa oleh Polanco. Walau bagaimanapun “dukun” Ellyas Pical tetap paling kuat, siapa lagi kalo bukan Tete Manis ( bahasa Ambon artinya : Tuhan ).

5. Ellyas Pical vs. Lee Dong Chun ( Korea Selatan ) – Nov. 1986 menang KO Ronde – 10
Petinju Korea Selatan nampaknya sangat penasaran ingin mengalahkan Elly, salah satunya adalah Lee Dong Chun. Karena sepanjang rekor, tak satupun petinju negeri ginseng ini mampu menaklukkan si Kidal. Dalam pertandingan yang digelar menjelang akhir tahun 1986 ini ternyata Nyong Ambon terhitung terlalu tangguh bagi Dong Chun. Dong Chun kembali jadi korban Upper Cut Sang Juara di Ronde ke –10, dan tak sanggup melanjutkan pertarungan lagi.

6. Ellyas Pical vs. Khaosai Galaxy ( Thailand )- Januari 1987 – Kalah TKO Ronde 14
Keperkasaan Elly di Badan Tinju IBF, menjadi pertimbangan tersendiri bagi Elly untuk mencoba duel unifikasi ( penyatuan gelar dengan badan tinju lain ) di jalur WBA. Penasaran ingin menjadi Juara di jalur WBA, memaksa Elly harus bertarung kontra Jawara WBA tangguh asal Thailand yaitu Khaosai Galaxy. Pertarungan digelar di Jakarta. Sekedar diketahui Khaosai Galaxy adalah Juara tak terkalahkan. Berkarakter tahan pukul dan hampir semua lawannya dihabisi dengan KO maupun TKO.

Dan,….terbukti Elly ternyata tak sanggup menghadapi ketangguhan Galaxy. Di hadapan publik sendiri Pria Saparua ini benar-benar kehabisan akal untuk keluar dari tekanan Galaxy. Hampir sepanjang ronde berjalan jagoan negeri gajah putih ini mendominasi pertarungan. Puncaknya,…tepat di ronde 14, akibat luka di pelipis sebelah kiri dan stamina yang sudah habis total menyebabkan perlawanan jagoan merah putih ini berhenti. Galaxi menang, sebaliknya pecinta tinju tanah air bersedih.

Namun galaxy mengakui bahwa ini adalah pertarungan terberatnya, dan patut dicatat bahwa Ellyas Pical adalah satu-satunya lawan Galaxy yang mampu memberikan perlawanan sampai di atas ronde 10. Sebagai konsekuensi dari kegagalan ini, gelar Elly di IBF pun dicabut,..gelar yang lowong ini berhasil direbut petinju Tae Il Chang dari Korsel.

7. Ellyas Pical VS. Tae Il Chang ( Korsel ) – Okt 1987 – Menang Angka
Tak perlu terlalu bersedih dengan kegagalan, Ellypun berusaha bangkit untuk merebut gelar IBF demi kebanggaan Ibu Pertiwi. Akhirnya Badan Tinju dunia ini merestui Elly untuk tampil mencoba merebut gelarnya yang saat itu dipegang oleh Tae Il Chang, karena kebetulan Peringkat Elly masih tercantum di IBF.

Berstatus sebagai penantang jelas memberikan beban yang ringan bagi Elly. Sementara dengan Optimisme yang tinggi Il Chang sesumbar akan menjatuhkan petinju tuan rumah. Akhirnya dalam pertarungan yang digelar di Jakarta ini harapan dan doa masyarakat tanah air terkabul. Elly berhasil menemukan kembali semangat bertarung dan pola permainannya. Tae Il Chang dibuat kalang kabut dan sempat jatuh di ronde ke-14. Elly menang angka. Gelar IBF kembali ke genggaman Elly dan tanah air.

Pada tahun 1987, setelah masalah dengannya manajer Simson Tambunan Dan Anton Sihotang, serta jangka pendek manajer Dali Sofari Dan Khairus Sahel Dia akhirnya mengambil penyanyi Melky Goeslaw sebagai manajer dan Tanamal Enteng sebagai asisten manajer.

8. Ellyas Pical VS Raul Diaz ( Kolombia )- Maret 1988 – Menang Angka
Sekali lagi Elly harus menghadapi kekuatan tangguh dari Amerika latin tepatnya dari Kolombia. Lawan kali ini adalah petinju bertampang keren yaitu Raul Diaz.

Raul Diaz tak hanya lincah tapi juga licik di atas ring bahkan Overacting. Entah untuk memancing emosi lawan atau untuk apa. Pertandingan hampir berimbang.

Namun kelicikan akhirnya berbuah celaka. Di Ronde 13, Diaz kecolongan, 1 pukulan telak Elly sempat membuat jagoan kolombia ini terkapar, namun karena stamina yang masih bagus akhirnya pertandingan habis sampai ronde 15. Elly pun dinyatakan menang angka mutlak.

9. Ellyas Pical VS Kim Chang Ki (Korea) menang angka.

10. Ellyas Pical VS Mike Pelps (Amerika Serikat) menang angka di Singapura. 

Dalam pertandingan ke-9 dan ke-10 ini Elly nampak kalau stamina dan teknik-nya sudah menurun, mungkin karena faktor usia yang bertambah.

11. Ellyas Pical VS Juan Polo Perez dari Kolombia 4 Oktober 1989 - Kalah.
Pertandingan diselenggarakan di Ronoake, Virginia, Amerika Serikat, disana Ellyas Pical takluk oleh perlawanan dalam sebuah pertarungan perebutan gelar di Amerika Serikat. Kekalahan ini sekaligus menandakan pengunduran diri Elly dari gelanggang tinju dunia.



Masa pensiun



Pasca kekalahan dari Perez, Pical sempat bertanding non gelar sebanyak 3 kali, hingga akhirnya ayah dari Lorinly dan Matthew Pical ini pun sedikit demi sedikit menyingkir dari ring tinju. Pical yang tidak sempat lulus SD ini kemudian bekerja sebagai petugas keamanan (satpam) di sebuah diskotik di Jakarta.



Sisi gelap

Ia ditangkap pada 13 Juli 2005 oleh polisi karena melakukan transaksi narkoba di sebuah diskotik. Pical diduga tertangkap basah menjual obat untuk beberapa menyamar polisi di sebuah diskotik di Jakarta selama September 2005. Penangkapannya sempat menuai kritikan dari berbagai pihak yang menyoroti tiadanya jaminan hidup yang diberikan pemerintah kepada atlet yang telah mengharumkan nama negara.





Namun dari hasil pemeriksaan Kepolisian Elly hanya menjadi kambing hitam oleh Pengedar Narkoba sebenarnya. Sementara dia sendiri sebenarnya bukan pemakai, dengan kata lain dia hanya dititipin “sesuatu” yang ternyata jelas-jelas barang terlarang oleh Kepolisian. Saat itu profesi Elly menjadi Tenaga Security di tempat hiburan malam di mana Polisi melakukan razia dan akhirnya menimpanya.

Pical lalu divonis hukuman penjara selama 7 bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan dibebaskan pada tanggal 7 Februari 2006. Akhirnya setelah Elly bebas dan bersumpah tak ingin bersentuhan dengan barang-barang terlarang itu lagi.



Pekerjaan kini & keluarga

Setelah bebas dari penjara, Pical diterima bekerja di KONI pusat, sebagai asisten ketua KONI, Agum Gumelar (catatan: ketua KONI sekarang: Rita Subowo).



Ellyas Pical dan anaknya Felix Pical

Sepanjang karier profesionalnya, rekornya adalah 20 kemenangan (11 KO), 1 seri, dan 5 kekalahan. Dari pernikahannya dengan Rina Siahaya Pical, ia memperoleh dua orang putra: Lorinly dan Matthew, kini tinggal di perumahan Duta Bintaro, Kabupaten Tangerang.





Pada Hari Minggu 17 April 2011 Ellyas Pical menerima penghargaan Life Time Achievement menjelang berlangsungnya pertarungan gelar tinju dunia kelas bulu versi WBA di Jakarta dari Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng. Ellyas Pical mendapat penghargaan atas dedikasinya dalam dunia tinju Indonesia serta sebagai sosok petinju Indonesia pertama yang meraih gelar dunia.





Ellyas Pical, mantan juara dunia kelas terbang super IBF menjadi bintang tamu di Gelanggang Olahraga (GOR) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Senin (21/5/2012).


Penyusun : Yohanes Gitoyo, S Pd.

Minggu, 10 April 2016

Surabaya United (pa) 2015-16 Kit PES 2013

Kit Home Surabaya United musim 2015/2016 untuk PES 2013 dibuat oleh @official_ubai

Preview :
Download Disini : Download
Request kit lain disini : Request

Senin, 04 April 2016

Gus Dur, Bapak Pluralisme Indonesia yang Menginspirasi


Gus Dur, Bapak Pluralisme Indonesia yang Menginspirasi

Indonesia pada akhir tahun 2009 kehilangan seorang tokoh besar. Sosok yang bernama lengkap Abdurahman Wahid atau biasa kita kenal Gus Dur meninggal dunia pada hari Rabu 30 Desember 2009 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada pukul 18.45 WIB. Sebagai seorang yang pernah menjadi orang nomor satu di Indonsia kepergian Gus Dur meninggalkan duka yang sangat mendalam bagi banyak orang. 

Sumbangsih terbesar Gus Dur terhadap bangsa adalah perjuangannya yang pantang mundur dalam mengusung pluralisme. Sehingga tak heran Kepergian sang Ketua Umum PBNU dua priode tersebut juga ditangisi oleh kelompok minoritas yang selama ini selalu dibela oleh Gus Dur. Pasalnya selama hidupnya Gus Dur selalu menjadi tokoh terdepan dalam memerangi sikap-sikap intoleran dari suatu penganut agama.

Gebrakan paling fenomenal salah satu Pendiri LSM Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) tersebut adalah menjadikan Konghucu agama resmi negara. Gus Dur juga mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1967 yang melarang kegiatan warga Tionghoa dan menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional.

Berkat sikap dan perjuangan Gus Dur dalam memperjuangkan pluralisme tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjulukinya sebagai sebagai Bapak Pluralisme yang patut menjadi tauladan bagi seluruh bangsa (Antaranews.com, 30/12/2010). Menurut SBY Pluralisme dan multikulturalisme yang diajarkan Gus Dur, tidak hanya menjadi inspirasi elemen bangsa ini, tetapi bangsa-bangsa di dunia. Oleh sebab itu, Gus Dur merupakan Bapak Pluralisme yang telah memberikan inspirasi bagi semua masyarakat Indonesia.

Lahir dan Besar di Lingkungan Kyai

Gus Dur dilahirkan dari keluarga pesantren pasangan K.H. Wahid Hasyim dan Nyai Solihah. Dia dilahirkan pada 7 September 1940 dengan nama Abdurrahman Addakhil. Pendidikan formalnya ia tempuh di SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari.

Selain buku-buku Keislaman ia juga diajarkan buku-buku buku non-Muslim, majalah, dan koran oleh ayahnya untuk memperluas pengetahuannya. Setamat dari SD pada 1954 ia naik ke jenjang SMP. Namun karena tak naik kelas oleh ibunya ia dimasukkan pesantren Krapyak Yogyakarta asuhan KH. Ali Maksum. Pada tahun 1957, setelah lulus dari SMP, ia pindah ke Magelang untuk memulai Pendidikan Muslim di Pesantren Tegalrejo. Pada tahun 1959, Wahid pindah ke Pesantren Tambakberas di Jombang.

Pada tahun 1963, Gus Dur menerima beasiswa dari Kementerian Agama untuk belajar di Universitas Al Azhar di Kairo, Mesir. Namun di sini Gus Dur tidak menyelesaikan pendidikannya. Ia kemudian melanjutkan studinya di Universitas Baghdad dan mampu menyelesaikan studinya di sini. Seusai lulus di Baghdad tahun 1970, Gus Dur ingin melanjutkan studinya di perguruan terkemuka di Eropa, namun keinginannya itu kandas lantaran pendidikannya di Universitas Baghdad kurang diakui. Kemudian ia memutuskaan kembali ke Indonesia pada tahun 1971.

Hingga akhir hayatnya Gus Dur tidak pernah berhasil melanjutkan studi S3-nya. Meski gagal melanjutkan studi Doktornya, ia mendapatkan banyak gelar doktor "Honoris Causa" dari sejumlah perguruan tinggi ternama di Jepang, Korea Selatan, Perancis, Thailand, dan Israel. Pemikiran, ide, dan wawasannya diakui banyak kalangan bahkan tidak berlebihan kalau banyak yang menilai pemikiran dan wawasan tidak kalah dengan dr bahkan profesor. Terutama pemikirannya dalam mengusung pluralisme. Bahkan ia juga turut menginspirasi banyak orang.

Selepas kepergian Gus Dur, setidaknya banyak yang mencoba melanjutkan cita-citanya dalam mengusung isu-isu pluralisme. Salah satunya Gita Wirjawan yang saat ini tercatat sebagai peserta konvensi Calon Presiden Partai Demokrat. Sebagai tokoh muda lulusan Harvard University Gita memiliki pemikiran yang moderat. Gita yang juga Ketua Umum PB PBSI tersebut dalam beberapa kesempatan menegaskan pentingnya sikap pluralisme bagi masyarakat Indonesia. Karena dengan menjaga sikap seperti itu kerukunan antar pemeluk agama bisa terwujud.

Seperti diberitakan sebelumnya, mantan Menteri Perdagangan ini turut menyambangi tempat pengungsian warga Syi'ah di Sidoarjo, Jawa Timur. Sebagai muslim moderat Gita paham betul hak-hak kaum minoritas. Warga Syi'ah memiliki hak yang sama di mata UU Indonesia. Pada kesempatan itu Gita berjanji akan mencoba membantu pengungsi warga Syi'ah menyelesaikan masalah ini dengan mengkomunikasikan kepada pihak-pihak terkait. Sikap Pluralisme Gita itu juga terlihat saat dia berkunjung ke Bali. Menurut Gita Bali selama ini terkenal dengan sikap pluralisme penduduknya. Namun menurut Gita tanpa adanya pemimpin yang menghargai pluralisme Bali akan kehilangan sebagai pulau yang toleran terhadap pemeluk agama lain. Untuk menjaga itu ada tiga hal yang harus dipenuhi yaitu menghormati kesakralan, menjawab aspirasi masyarakat luas, dan pemerataan kesejahteraan.

Menariknya lagi, Gita yang kita kenal memiliki pemikiran yang seirama dengan Gus Dur ternyaat masih memiliki hubungan kerabat dengan Gus Dur melalui Mbah Hasyim Putri, isteri Rois Akbar dan pendiri Nahdlatul Ulama KH. Hasyim Asyari. Ini diakui oleh keluarga Gus Dus sendiri, yaitu adiknya, Lili Wahid yang saat duduk sebagai anggota DPR.

"Pak Gita punya hubungan dengan klan Mbah Hasyim Hasyari dari Mbah Hasyim Putri." kata Lili Wahid seperti dilansir Jaringnews.com, Sabtu (18/8).

Menurut Lili, keluarga Hasyim Asyari masih memiliki kerabat dengan Djojosoegito (Wirajawan Djojosoegito), ayah Gita Wirjawan dari Mbah Hasyim Putri. Keluarga Djojosoegito meski keluarga santri juga banyak melahirkan tokoh-tokoh intelektual.

Tak heran, Gita yang mengetahui hal ini dari langsung Lili sempat kaget. Pada kesempatan itu Lili pun berpesan jangan sampai meninggalkan akar garis keturunan.

Pluralisme Dan Demokrasi Di Masa Pemerintahan Gus Dur


2.1 Peranan K. H. Abdurrahman Wahid Dalam Sistem Demokrasi  dan    Pluralisme Masyarakat di Indonesia Sebelum Masa Kepemimpinannya Sebagai Presiden (1998-1999)

2.1.1. Peranan K. H. Abdurrahman Wahid Dalam Sistem Demokrasi
            Salah satu concern pemikiran Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang menonjol adalah masalah demokrasi. Dia memandang demokrasi sebagai sutau proses, maksudnya, demokrasi tidak dipandang sebagai suatu sistem yang pernah selesai dan sempurna. Boleh dikatakan, bahwa dia selalu ada berada dalam bentuk kesementaraan. Keseluruhan akibat dari pernyataan ini ialah bahwa akan timbul reaksi yang menggunakan sifat “sementara” dan tidak sempurna” dari proses demokrasi itu sebagai alasaan pembelaan bagi sistem yang ada.
            Pikiran demokrasi Gus Dur menetang adanya otoritarisnisme institusional, maksudnya institusi menjadi satu-satunya ukuran keberadaan demokrasi. Gusdur lebih memandang demokrasi sebagai proses pembentukan tradisi yang terus- menerus dilakukan. Sedangkan inti dari demokrasi adalah persamaan hak, menghargai pluralitas, tegaknya hukum dan keadilan serta kebebasan menyampaikan aspirasi. Hal ini sudah disurakan Gus Dur ketika iklim politik masih dalam suasana politik yang sangat tertutup dan otoriter. Gus Dur tidak sekedar mensosialisasikan konsep ini dalam berbagai bentuk forum seminar dan diskusi. Lebih dari itu, dia berusaha mempraktekkan hal ini dalam kehidupan. Meski untuk itu, dia harus dicap sebagai orang yang membela minoritas dan mengabaikan mayoritas umat (Muslim) (Al-Zastrouw, 1999:256).
            Di samping itu, upaya perjuangan Gus Dur dalam menegakkan demokrasi adalah berpijak pada prinsip non kekerasan.  Gus Dur lebih percaya pada perjuangan yang sistemik, kultural, dan kontinu. Maksud dari perjuangan sistemik adalah berusaha menciptakan sistem sosial dalam masyrakat yang lebih demokratis, sebagai tandingan dari sistem politik yang otoriter. Hal ini dilakukan lewat organisasi Forum Demokrasi, membangun jaringan LSM dan sebagainya.
            Kontinu maksudnya, dilakukan secara terus-menerus. Kontinuitas gerakan Gusdur dilakukan dalam menerima pluralisme. Untuk melakukan hal ini, kadang Gus Dur dicap terlalu membela kelompok minoritas. Padahal, ini dilakukan Gusdur sekedar mendidik kelompok mayoritas untuk menghargai hak-hak minoritas.Sebagai seorang yang sangat berpegang pada cara anti kekerasan, Gus Dur melakukan semua ini secara gradual dan selalu menghindari konflik dan cara-cara yang radikal.
Selama hidupnya, Gus Dur mengabdikan dirinya demi bangsa. Itu terwujud dalam pikiran dan tindakannya hampir dalam sisi dimensi eksistensinya. Gus Dur lahir dan besar di tengah suasana keislaman tradisional yang mewataki NU, tetapi di kepalanya berkobar pemikiran modern. Bahkan dia dituduh terlalu liberal dalam pikiran tentang keagamaan. Pada masa Orde Baru, ketika militer sangat ditakuti, Gus Dur pasang badan melawan dwi fungsi ABRI. Sikap itu diperlihatkan ketika menjadi Presiden dia tanpa ragu mengembalikan tentara ke barak dan memisahkan polisi dari tentara.
Dalam komitmennya yang penuh terhadap Indonesia yang plural, Gus Dur muncul sebagai tokoh yang sarat kontroversi. Ia dikenal sebagai sosok pembela yang benar. Ia berani berbicara dan berkata yang sesuai dengan pemikirannya yang ia anggap benar, meskipun akan berse berangan dengan banyak orang. Apakah itu kelompok minoritas atau mayoritas. Pembelaannya kepada kelompok minoritas dirasakan sebagai suatu hal yang berani. Reputasi ini sangat menonjol di tahun-tahun akhir era Orde Baru. Begitu menonjolnya peran ini sehingga ia malah dituduh lebih dekat dengan kelompok minoritas daripada komunitas mayoritas Muslim sendiri. Padahal ia adalah seorang ulama yang oleh sebagian jamaahnya malah sudah dianggap sebagai seorang wali (http://nusantaranews.wordpress.com/2009/12/30/gus-dur-selamat-jalan-pahlawan-demokrasi-dan-pluralisme/ diakses pada tanggal 27 Desember 2012).

1.1.2   Peranan K. H.  Abdurrahman Wahid Terhadap Sistem Pluralisme
Bagi Abdurrahman Wahid (Gus Dur), agama, selain memiliki dimensi keimanan dan ketuhanan yang sakral dan mutlak, juga memiliki dimensi kebudayaan/kultural yang melahirkan berbagai simbol dan ritus. Dimensi ini sangat sulit dirumuskan mengingat masing simpang-siurnya pengertian dan luas lingkup kata “budaya” itu sendiri. Pengertian yang biasa digunakan menunjukkan “pola perlambangan yang dipertukarkan secara historis dari satu kelompok ke kelompok lain, dengan komunikasi bentuk-bentuk lambang yang mengandung  konsep-konsep yang diturunkan dari generasi ke generasi, guna melestarikan dan mengembangkan pengetahuan tentang kehidupan dan sikapnya terhadapnya.
Sebagai sistem keyakinan yang memuat dimensi ketuhahanan, agama merupakan faktor tunggal yang menyatukan umat pemeluknya dalam satu dogma yang mutlak kebenarannya. Namun sebagai dimensi budaya, agama memiliki derajat pluralitas yang cukup tinggi. Dimensi budaya ini bisa dipahami sebagai upaya penerjemahan nilai-nilai dan ajaran agama yang ada dimensi keyakinan. Dimensi budaya dalam hal ini akan sangat tergantung pada pola penafsiran dan derajat peradaban masyarakat dalam memahami dan menerjemahkan ajaran agama yang diyakini.
Penafsiran ajaran selalu membawa dalam dirinya perubahan pandangan hidup dan sikap, atau dengan kata lain berlangsung proses mempertanyakan kemampanan ajaran-ajaran yang semula diterima sebgai “kebenaran agama”. Dari upaya mempertanyakan kemampanan ajaran itulah lahir sikap untuk mencarai relevansi agama bagi kehidupan masyarakat. Jelaslah dengan demikian, upaya penfasiran kembali ajaran agama adalah kegitan untuk memahami keimanan dalam konteks kehidupan yang senantiasa berubah-ubaha. “Kehidupan beragama” dala, kompleksitas seperti itu memadukan dalam dirinya pengetahuan akan ajaran agama, nilai-nilai keagamaan yang membentuk perilaku pemeluk agama, dan relasi sosial antara seorang pemeluk agama dan lingkungannya. Kombinasi antara pengetahuan, nilai dan relasi sosial itu membentuk pola yang membedakan seorang atau sekelompok pemeluk dari pemeluk lain, sehimggga menjadi tak terhindarkan lagi adanya perbedaan (Al-Zastrouw, 1999:268).
            Pandangan Gus Dur ini menyiratkan bahwa meski agama itu mengandung ajaran tunggal, namun karena dia dipahami oleh umat yang memiliki latar belakang pengetahuan, pengalaman, dan kepentingan yang berbeda, maka dalam pelaksanaan dan prakteknya menjadi berbeda dan plural. Di samping itu Gus Dur berpikiran bahwa tidak semua simbol dan ritus itu sebagai sesuatu yang baku yang bisa dianggap sebagai suatu ajaran yang harus dijaga dan dipertahankan, di dalam agama ada dimensi kebudayaan juga menjelma dalam bentuk simbol dan ritus. Sebenarnya umat beragama memiliki kebebasan untuk mengubah simbol dan ritus yang menjadi bagian dari dimensi kebudayaan agama. Untuk mendinamisisr agama, agar nilai-nilai agama tetap relevan dengan realitas zamannya, dan agar agama memiliki fungsi yang maksimal dalam menjawab problem kehidupan, Gus Dur mencoba melakukan pembaharuan penafsiran dan pembongkaran simbol-simbol agama yang mengalami stagnasi tanpa mengubah esensi ajaran agama.
            Gus Dur dikenal sebagai sosok pembela kaum minoritas. Pembelaannya kepada kelompok minoritas dirasakan sebagai suatu hal yang berani. Reputasi ini sangat menonjol era Orde Baru (Salman, 2009:145). Atas dasar inilah, Gus Dur bersikap tegas menjadi pembela pluralisme dalam beragama. Atas sikapnya yang demikian, Gus Dur banyak mendapat tudingan dan hujatan. Dia dituduh sekuler, pengkhianat umat, atau tidak membela umat Islam. Padahal, jika dilacak secara cermat, sebenarnya Gus Dur justru berusaha memfungsionalisasikan agama secara maksimal. Gus Dur tidak menginginkan agama menjadi sekedar simbol, jargon, dan menawarkan janji-janji yang serba akhirat sementara realitas kehidupan yang ada dibiarkan tidak tersentuh. Sikap demikian memang sangat mengkhawatirkan, terutama bagi mereka yang mengedepankan simbol-simbol dan ritus-ritus formal.
            Hal ini membawa Gus Dur pada sikap yang dileamtis ketika melihat kenyataan riil di masyarakat. Misalnya, ketika ada beberapa orang Islam yang bermoral bejat, melakukan tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme yang kemudian bersembunyi di balik tabir dan simbol Islam. Bagi kaum simbolis-formalis, kenyataan ini harus ditutupi karena jika dibuka hanya akan membuat nama Islam hancur. Demi nama baik orang Islam, orang-orang tersebut harus tetap dilindungi, sebab jika dibuka akan menjadi “senjata” orang lain untuk menyerang Islam. Kalau mereka harus ditindak maka harus dilakukakn secara diam-diam, jangan sampai ketahuan publik. Bagi Gus Dur, pandangan tersebut harus dihilangkan. Meski orang Islam, jika ia berbuat salah harus dituding dan dipertanggung jawabkan di depan publik. Justru dengan sikap tegas seperti ini Islam dapat memberikan contoh kepada yang lain dalam hal penegakan hukum dan bersikap ksatria. Sikap seperti ini adalah cerminan dan penafsiran agama yang kontekstual. Dengan demikian jelas bahwa apa yang dilakukan Gus Dur bukan sikap sekuler, tetapi upaya menegakkan prinsip-prinsip agama (Al-Zastrouw, 1999:270).  .
                       
2.2  Peranan K. H.  Abdurrahman Wahid Terhadap  Sistem Demokrasi dan
Pluralisme Masyarakat di Indonesia Pada Masa  Kepemimpinannya Sebagai Presiden (1999-2001)
2.2.2 Peranan K. H. Abdurrahman Wahid Terhadap Sistem Demokrasi
Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Habibie dan ia mundur dari pemilihan presiden. Beberapa saat kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan Golkar akan mendukung Gus Dur. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara.
Pasca kejatuhan rezim Orde Baru pada 1998, Indonesia mengalami ancaman disintegrasi kedaulatan negara. Konflik meletus dibeberapa daerah dan ancaman separatis semakin nyata. Menghadapi hal itu, setelah pengangkatan dirinya sebagai Presiden, Gus Dur melakukan pendekatan yang lunak terhadap daerah-daerah yang berkecamuk. Terhadap Aceh, Gus Dur memberikan opsi  referendum otonomi dan bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur.  Pendekatan yang lebih lembut terhadap Acehdilakukan Gus Dur dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri Serambi Mekkah tersebut.  Netralisasi  Irian Jaya, dilakukan Gus Dur pada 30 Desember 1999 dengan mengunjungi ibukota Irian Jaya. Selama kunjungannya, Presiden Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.
Presiden Abdurrahman Wahid dalam wawancara dengan Radio Netherland:

Sebagai seorang Demokrat saya tidak bisa menghalangi keinginan rakyat Aceh untuk menentukan nasib sendiri. Tetapi sebagai seorang republik, saya diwajibkan untuk menjaga keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia.

Gus Dur lah menjadi pemimpin yang meletak fondasi perdamaian Aceh. Pada pemerintahan Gus Dur lah, pembicaraan damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Indonesia menjadi terbuka. Padahal, sebelumnya, pembicaraan dengan GAM sesuatu yang tabu, sehingga peluang perdamaian seperti ditutup rapat, apalagi jika sampai mengakomodasi tuntutan kemerdekaan. Saat sejumlah tokoh nasional mengecam pendekatannya untuk Aceh, Gus Dur tetap memilih menempuh cara-cara penyelesaian yang lebih simpatik: mengajak tokoh GAM duduk satu meja untuk membahas penyelesaian Aceh secara damai. Bahkan, secara rahasia, Gus Dur mengirim Bondan Gunawan, Pjs Menteri Sekretaris Negara, menemui Panglima GAM Abdullah Syafii di pedalaman Pidie. Di masa Gus Dur pula, untuk pertama kalinya tercipta Jeda Kemanusiaan. Selain usaha perdamaian dalam wadah NKRI, Gus Dur disebut sebagai pionir dalam mereformasi militer agar keluar dari ruang politik (http://nusantaranews.wordpress.com/2009/12/30/gus-dur-selamat-jalan-pahlawan-demokrasi-dan-pluralisme/ diakses pada tanggal 27 Desember 2012).

2.2.2 Peranan K. H. Abdurrahman Wahid Dalam Sistem Pluralisme
Selain usaha perdamaian dalam wadah NKRI, Gus Dur disebut sebagai pionir dalam mereformasi militer agar keluar dari ruang politik. Dibidang pluralisme, Gus Dur menjadi Bapak “Tionghoa” Indonesia.  Dialah tokoh nasional yang berani membela orang Tionghoa untuk mendapat hak yang sama sebagai warga negara.  Pada tanggal 10 Maret 2004, beberapa tokoh Tionghoa Semarang memberikan penghargaan KH Abdurrahman Wahid sebagai “Bapak Tionghoa”. Hal ini tidak lepas dari jasa Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur opsional yang kemudian diperjuangkan menjadi Hari Libur Nasional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa. Dan atas jasa Gus Dur pula akhirnya pemerintah mengesahkan Kongfucu sebagai agama resmi ke-6 di Indonesia.
Selain berani membela hak minoritas etnis Tionghoa, Gus Dur juga merupakan pemimpin tertinggi Indonesia pertama yang menyatakan permintaan maaf kepada para keluarga PKI yang mati dan disiksa (antara 500.000 hingga 800.000 jiwa) dalam gerakan pembersihan PKI oleh pemerintahan Orde Baru. Dalam hal ini, Gus Dur memang seorang tokoh pahlawan anti diskriminasi. Dia menjadi inspirator pemuka agama-agama untuk melihat kemajemukan suku, agama dan ras di Indonesia sebagian bagian dari kekayaan bangsa yang harus dipelihara dan disatukan sebagai kekuatan pembangunan bangsa yang besar.
Gus Dur tidak sedikitpun memberikan gambaran dirinya sebagai penganut Pluralisme dengan pengertian pembenaran seluruh agama atau aliran kepercayaan lainnya dinilai sama derajat keimanannya. Gus Dur memberikan rasa hormatnya kepada setipa ajaran agama atau kepercayaan yang diimani oleh penganutnya. Sikap Gus Dur menghormati keyakinan yang berbeda tidaklah berarti Gus Dur adalah penganut Pluralisme yang membenarkan dan mensejajarkan ajaran agama sama dengan aliran sekularisme. Sebagai Guru Bangsa, Gus Dur berpartisipasi aktif melindungi pelaksanaan ajaran agama dan kepercayaannya sebagaimana yang tertera dalam UUD 1945 Bab XI Pasal 29 butir dua. Sayangnya, gelar Bapak Pluralisme dikumandangkan pada saat Gus Dur dan Presiden ke-4 RI pulang ke Rahmatullah (Ahmad, 2010:532-525).
Namun disayangkan pluralisme di dalam kehidupan bangsa Indonesia yang ingin diwujudkan oleh Gus Dur sempat mengalami permasalahan dikarenakan terjadinya kerusuhan berbau SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan seperti adanya kerusuhan Sampit yaitu pertikaian antara suku Dayak dan Madura yang banyak memakan korban jiwa dan kerusuhan ini terjadi pada tanggal 27 Februari 2000 ( Budiarto, 2001:258).
Dalam kapasitas dan ambisinya, Presiden Abdurrahman Wahid sering melontarkan pendapat kontroversial. Ketika menjadi Presiden RI ke-4, ia tak gentar mengungkapkan sesuatu yang diyakininya benar kendati banyak orang sulit memahami dan bahkan menentangnya. Kendati suaranya sering mengundang kontroversi, tapi suara itu tak jarang malah menjadi kemudi arus perjalanan sosial, politik dan budaya ke depan. Dia memang seorang yang tak gentar menyatakan sesuatu yang diyakininya benar. Bahkan dia juga tak gentar menyatakan sesuatu yang berbeda dengan pendapat banyak orang. Jika diselisik, kebenaran itu memang seringkali tampak radikal dan mengundang kontroversi.
Kendati pendapatnya tidak selalu benar untuk menyebut seringkali tidak benar menurut pandangan pihak lain adalah suatu hal yang sulit dibantah bahwa banyak pendapatnya yang mengarahkan arus perjalanan bangsa pada rel yang benar sesuai dengan tujuan bangsa dalam Pembukaan UUD 1945. Bagi sebagian orang, pemikiran-pemikiran Gus Dur sudah terlalu jauh melampui zaman. Ketika ia berbicara pluralisme diawal diawal reformasi, orang-orang baru mulai menyadari pentingnya semangat pluralisme dalam membangun bangsa yang beragam di saat ini.

Dialog (Alm.) Gus Dur vs Santri


dari KGBD.
Santri : "Ini semua gara-gara Nabi Adam, ya Gus!"
Gus Dur : "Loh, kok tiba-tiba menyalahkan Nabi Adam, kenapa Kang."
Santri : "Lah iya, Gus. Gara-gara Nabi Adam dulu makan buah terlarang, kita sekarang merana. Kalau Nabi Adam dulu enggak tergoda Iblis kan kita anak cucunya ini tetap di surga. Enggak kayak sekarang, sudah tinggal di bumi, eh ditakdirkan hidup di Negara terkorup, sudah begitu jadi orang miskin pula. Emang seenak apa sih rasanya buah itu, Gus?"
Gus Dur : "Ya tidak tahu lah, saya kan juga belum pernah nyicip. Tapi ini sih bukan soal rasa. Ini soal khasiatnya."
Santri : "Kayak obat kuat aja pake khasiat segala. Emang Iblis bilang khasiatnya apa sih, Gus? Kok Nabi Adam bisa sampai tergoda?"
Gus Dur : "Iblis bilang, kalau makan buah itu katanya bisa menjadikan Nabi Adam abadi."
Santri : "Anti-aging gitu, Gus?"
Gus Dur : "Iya. Pokoknya kekal."
Santri : "Terus Nabi Adam percaya, Gus? Sayang, iblis kok dipercaya."
Gus Dur : "Lho, Iblis itu kan seniornya Nabi Adam."
Santri : "Maksudnya senior apa, Gus?"
Gusdur : "Iblis kan lebih dulu tinggal di surga dari pada Nabi Adam dan Siti Hawa."
Santri : "Iblis tinggal di surga? Masak sih, Gus?"
Gus Dur : "Iblis itu dulu nya juga penghuni surga, terus di usir, lantas untuk menggoda Nabi Adam, iblis menyelundup naik ke surga lagi dengan berserupa ular dan mengelabui merak sang burung surga, jadi iblis bisa membisik dan menggoda Nabi Adam."
Santri : "Oh iya, ya. Tapi, walau pun Iblis yang bisikin, tetap saja Nabi Adam yang salah. Gara- garanya, aku jadi miskin kayak gini."
Gus Dur : "Kamu salah lagi, Kang. Manusia itu tidak diciptakan untuk menjadi penduduk surga. Baca surat Al-Baqarah : 30. Sejak awal sebelum Nabi Adam lahir… eh, sebelum Nabi Adam diciptakan, Tuhan sudah berfirman ke para malaikat kalo Dia mau menciptakan manusia yang menjadi khalifah (wakil Tuhan) di bumi."
Santri : "Lah, tapi kan Nabi Adam dan Siti Hawa tinggal di surga?"
Gus Dur : "Iya, sempat, tapi itu cuma transit. Makan buah terlarang atau tidak, cepat atau lambat, Nabi Adam pasti juga akan diturunkan ke bumi untuk menjalankan tugas dari-Nya, yaitu memakmurkan bumi. Di surga itu masa persiapan, penggemblengan. Di sana Tuhan mengajari Nabi Adam bahasa, kasih tahu semua nama benda. (lihat Al- Baqarah : 31).
Santri : "Jadi di surga itu cuma sekolah gitu, Gus?"
Gus Dur : "Kurang lebihnya seperti itu. Waktu di surga, Nabi Adam justru belum jadi khalifah. Jadi khalifah itu baru setelah beliau turun ke bumi."
Santri : "Aneh."
Gus Dur : "Kok aneh? Apanya yang aneh?"
Santri : "Ya aneh, menyandang tugas wakil Tuhan kok setelah Nabi Adam gagal, setelah tidak lulus ujian, termakan godaan Iblis? Pendosa kok jadi wakil Tuhan."
Gus Dur : "Lho, justru itu intinya. Kemuliaan manusia itu tidak diukur dari apakah dia bersih dari kesalahan atau tidak. Yang penting itu bukan melakukan kesalahan atau tidak melakukannya. Tapi bagaimana bereaksi terhadap kesalahan yang kita lakukan. Manusia itu pasti pernah keliru dan salah, Tuhan tahu itu. Tapi meski demikian nyatanya Allah memilih Nabi Adam, bukan malaikat."
Santri : "Jadi, tidak apa-apa kita bikin kesalahan, gitu ya, Gus?"
Gus Dur : "Ya tidak seperti itu juga. Kita tidak bisa minta orang untuk tidak melakukan kesalahan. Kita cuma bisa minta mereka untuk berusaha tidak melakukan kesalahan. Namanya usaha, kadang berhasil, kadang enggak."
Santri : "Lalu Nabi Adam berhasil atau tidak, Gus?"
Gus Dur : "Dua-duanya."
Santri : "Kok dua-duanya?"
Gus Dur : "Nabi Adam dan Siti Hawa melanggar aturan, itu artinya gagal. Tapi mereka berdua kemudian menyesal dan minta ampun. Penyesalan dan mau mengakui kesalahan, serta menerima konsekuensinya (dilempar dari surga), adalah keberhasilan."
Santri : "Ya kalo cuma gitu semua orang bisa. Sesal kemudian tidak berguna, Gus."
Gus Dur : "Siapa bilang? Tentu saja berguna dong. Karena menyesal, Nabi Adam dan Siti Hawa dapat pertobatan dari Tuhan dan dijadikan khalifah (lihat Al-Baqarah: 37). Bandingkan dengan Iblis, meski sama-sama diusir dari surga, tapi karena tidak tobat, dia terkutuk sampe hari kiamat."
Santri : "Ooh..."
Gus Dur : "Jadi intinya begitu lah. Melakukan kesalahan itu manusiawi. Yang tidak manusiawi, ya yang iblisi itu kalau sudah salah tapi tidak mau mengakui kesalahannya justru malah merasa bener sendiri, sehingga menjadi sombong."
Santri : "Jadi kesalahan terbesar Iblis itu apa, Gus? Tidak mengakui Tuhan?"
Gus Dur : "Iblis bukan atheis, dia justru monotheis. Percaya Tuhan yang satu."
Santri : "Masa sih, Gus?"
Gus Dur : "Lho, kan dia pernah ketemu Tuhan, pernah dialog segala kok."
Santri : "Terus, kesalahan terbesar dia apa?"
Gus Dur : "Sombong, menyepelekan orang lain dan memonopoli kebenaran."
Santri : "Wah, persis cucunya Nabi Adam juga tuh."
Gus Dur : "Siapa? Ente?
Santri : "Bukan. Cucu Nabi Adam yang lain, Gus. Mereka mengaku yang paling bener, paling sunnah, paling ahli surga. Kalo ada orang lain berbeda pendapat akan mereka serang. Mereka tuduh kafir, ahli bid'ah, ahli neraka. Orang lain disepelekan. Mereka mau orang lain menghormati mereka, tapi mereka tidak mau menghormati orang lain. Kalau sudah marah nih, Gus. Orang-orang ditonjokin, barang-barang orang lain dirusak, mencuri kitab kitab para ulama. Setelah itu mereka bilang kalau mereka pejuang kebenaran. Bahkan ada yang sampe ngebom segala loh."
Gus Dur : "Wah, persis Iblis tuh."
Santri : "Tapi mereka siap mati, Gus. Karena kalo mereka mati nanti masuk surga katanya."
Gus Dur : "Siap mati, tapi tidak siap hidup."
Santri : "Bedanya apa, Gus?"
Gus Dur : "Orang yang tidak siap hidup itu berarti tidak siap menjalankan agama."
Santri : "Lho, kok begitu?"
Gus Dur : "Nabi Adam dikasih agama oleh Tuhan kan waktu diturunkan ke bumi (lihat Al- Baqarah: 37). Bukan waktu di surga."
Santri : "Jadi, artinya, agama itu untuk bekal hidup, bukan bekal mati?"
Gus Dur : "Pinter kamu, Kang!"
Santri : "Santrinya siapa dulu dong? Gus Dur.

Cerita yang Tercecer Sepeninggal Gus Dur



Kembalinya Gus Dur ke pangkuan Tuhan, membangkitan kembali ingatan para sahabat, asisten dan rekan kerja terhadap sosok Gus Dur. Ya, ingatan yang tidak akan lekang oleh bergantinya waktu karena terikat kuat secara emosional. Dan interaksinya dengan Gus Dur, bagi para ‘abdi’nya adalah bagian dari kehidupannya itu sendiri.

Sosok Gus Dur adalah bagai dua sisi yang berbeda, dipuja sekaligus tidak sedikit yang membenci karena kontroversi ucapan dan tindakannya. Di antara yang memuja dan kagum terhadap Gus Dur adalah orang-orang yang telah bergaul dekat dengan almarhum dan melihat serta merasakan langsung kelebihan dan keistimewaan Gus Dur, dari sebelum dan sesudah menjadi presiden. Juga para santri dari banyak pondok pesantren di Jawa yang memperoleh cerita perihal kehebatan Gus Dur dari mulut ke mulut sehingga sampai pada kesimpulan, Gus Dur adalah Waliyulloh.

Tidak sedikit pula pihak yang membenci Gus Dur, yang datang dari gerakan Islam Wahabi dan gerakan Islam garis keras lainnya. Di samping tidak percaya hal-hal mistik yang ada pada Gus Dur, juga kelompok ini sering merasa dirugikan oleh pernyataan dan sepak terjang Gus Dur.

Keistimewaan yang ada pada Gus Dur membuat tidak habisnya orang menulis tentang beliau. Sampai hari ke-tiga meninggalnya, tiada putus orang membuat artikel dan memposting di media. Beliau bagaikan air laut yang diminum, tidak akan menghilangkan haus peminumnya.

Para sahabat percaya bahwa Gus Dur memiliki kelebihan yang luar biasa dibanding orang lain. Diantara yang meyakininya adalah

-Pak Mahfud MD, Ketua Mahkamah Konstitusi

mantan Menteri Pertahanan di Kabinet Gus Dur. Kata pak Mahfud MD, “selama saya duduk di kabinet, menjadi menteri Presiden Gus Dur, hal itu (tidur, tapi menyerap) juga saya saksikan.

Saat sidang kabinet, biasanya Gus Dur membuka sidang dengan pengantar singkat, kemudian menyerahkan kepada Mbak Megawati (wapres) untuk memimpin sidang. Gus Dur kemudian tertidur. Tapi, begitu sidang kabinet selesai dan forum dikembalikan kepada presiden untuk ditutup, ternyata resume serta ulasan yang dibuat Gus Dur sangat cocok dengan yang dibicarakan dalam sidang kabinet itu. Padahal, Gus Dur tertidur ketika para menterinya berdiskusi.

Ketertiduran Gus Dur tersebut tak terkecuali saat sedang bertemu resmi dengan pimpinan negara lain. Ketika pada 2001 Perdana Menteri India Rajvaje beserta rombongannya diterima resmi oleh rombongan Presiden Gus Dur, lagi-lagi dia tertidur. Padahal, PM India itu sedang berbicara serius persis di seberang meja Gus Dur.

Ajudan Gus Dur mengantarkan permen kepada saya sambil berbisik. “Pak, ini berikan kepada presiden. Mohon presiden diajak berbicara agar tak tertidur,” kata ajudan itu. Saya yang memang duduk persis di samping kiri Gus Dur mencolek pahanya sambil ngajak bicara. “Gus, rencana kunjungan ke Mesir…,”

Belum selesai saya berbicara, Gus Dur sudah memotong. “Ssst, tak usah laporan dulu, nanti saja. Ini ada tamu penting harus kita dengarkan,” ujar Gus Dur. Saya tertawa. Apalagi, Gus Dur tidur lagi, bukan mendengarkan. Tapi, begitu tiba giliran berbicara, Gus Dur menanggapi satu per satu dengan tepat masalah-masalah yang dikemukakan PM India dan para menterinya tersebut, bahkan memberikan arahan tertentu untuk menteri-menterinya tentang segi-segi penting yang harus ditindaklanjuti dari pertemuan itu”

-Effendy Ghazali, Pakar Komunikasi Politik UI.

Katanya, dalam sebuah diskusi Gus Dur tertidur pulas, saat itu banyak orang yang bertanya pada Gus Dur.

“Saya sampai mencatat lengkap semua pertanyaan mereka,” kata Effendy yang takut Gus Dur tidak tahu ada yang tanya. Namun dugaan Effendy meleset, saat bangun Gus Dur tahu semua pertanyaan dan siapa yang bertanya. Mulai saat itu Effendy percaya tentang cerita misteri tidur Gus Dur (Sumber)

Kolonel Inf Agus Sutomo, mantan Wakil Komandan Grup Paspampres Gus Dur, kini Danrem 061 Suryakancana.

Katanya, “Kemampuannya mengingat sesuatu sangat tampak saat hendak menghubungi seseorang lewat telepon genggamnya. Walaupun penglihatannya sudah tidak dapat berfungsi dengan baik, Gus Dur sanggup menekan sendiri tombol di handphonenya, lalu menghubungi orang yang dituju,” papar Agus.

Bagaimana bisa begitu? “Gus Dur melakukannya dengan menggunakan perasaan, plus daya ingat untuk menghafal urutan nomor orang-orang yang ada di phonebooknya. Ini yang saya tahu tentang Gus Dur selama saya bertugas,” tandas Agus, menutup pembicaraan (Sumber).

-Arif Afandi, mantan wartawan Jawa Pos yang sering ikut meliput kegiatan Gus Dur, dan kini menjadi Wakil Walikota Surabaya.

Katanya, setelah Gus Dur terserang stroke pertama tahun 1996, saya pun berkunjung ke Ciganjur untuk menjenguknya. Begitu tahu saya yang datang, Gus Dur langsung nyeletuk menanyakan sambal terong bikinan ibu saya (yang pernah disuguhkan ibunda Arif Afandi saat Gus Dur berkunjung pada tahun 1993 di Blitar). ”Aduh Gus, ibu saya sudah meninggal dua tahun lalu,” kata saya spontan. Gus Dur pun lantas menimpali kata-kata ikut berduka dengan bergumam: Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.

Dalam batin saya sangat terkejut dengan pertanyaan sambel terong itu. Mengapa? Orang yang baru saja terserang stroke masih ingat dengan sesuatu yang amat kecil dan sangat pribadi sifatnya. Gus Dur ingat dengan suguhan seorang pengagumnya di desa pelosok Blitar yang tidak dia kenal sebelumnya. Dari kejadian itu, saya menjadi percaya bahwa Ketua Umum PBNU yang berhasil mengangkat kepercayaan diri kaum Nahdliyin di negeri ini hafal ribuan nomor telepon di luar kepala (Sumber).

Beberapa penggal cerita di atas semoga bermanfaat dan bisa menambah takzim kita kepada Gus Dur. Tuhan memberikan kelebihan kepada hamba yang dikasihi-Nya.

Semoga Allah SWT menerima segala amal ibadahnya.

Amiin.

Dua Jenderal Kesayangan Bung Karno



Ahmad Yani dan Omar Dhani adalah dua Jenderal kesayangan Bung Karno (walaupun Omar Dhani adalah seorang marsekal angkatan udara, namun sebutan Jenderal biasa untuk menyebut petinggi militer di masa Bung Karno). 

Ahmad Yani mengawali karir militernya di masa Revolusi 1945 dengan gemilang, dia menghancurkan banyak pemberontakan-pemberontakan yang muncul di awal dekade 1950-an, termasuk pemberontakan tiga daerah di Brebes, Tegal dan Pekalongan. Dalam pemberontakan tiga daerah ini. Operasi pembersihan pemberontakan dinamakan sebagai "GBN" atau Gerakan Banteng Negara, inilah yang kemudian menjadi cikal bakal terbentuknya pasukan andalan Djawa Tengah yaitu : "Banteng Raiders", di tahun 1950 sampai berakhirnya masa Bung Karno, 1966 pasukan Banteng Raiders adalah pasukan khusus yang paling dibanggakan, banyak dari orang-orang Jawa Tengah mengenang kehebatan pasukan Banteng Raiders.

Keterampilan Yani yang utama adalah "Gerak Cepat" menguasai bandara utama, penguasaan kota dan penyusupan ke kantong kantong musuh. Yani amat berpengalaman dalam pertempuran dalam kota, dan perang psikologis. Pemadaman pemberontakan PRRI di Sumatera Barat juga dilakukan Yani dengan menggabungkan dua hal : Operasi Infanteri yang cepat dan operasi intelijen.

Kemampuan Yani ini terus diperhatikan Bung Karno, apalagi Yani mampu menjadikan dirinya sebagai Leadership yang melahirkan banyak perwira tangguh. Sarwo Edhie Wibowo dan Benny Moerdani adalah dua perwira angkatan darat yang masuk ke dalam lingkaran didikan Yani.

Di awal tahun 1960-an, Bung Karno menilai bahwa perang masa depan adalah penguasaan dirgantara. Hal ini tercerahkan saat ia membaca buku-buku perang dunia II yang banyak dirilis setelah kalahnya Hitler di tahun 1945. Bung Karno juga dicerahkan saat ia diajak Kruschev ke pusat pengembangan industri dirgantara Sovjet Uni, hal ini juga dikuatkan atas cerita cerita Mao Tse Tung kepada Bung Karno saat bertemu Mao Tse Tung tahun 1957, Mao selalu bercerita kagum soal jet tempur, memang salah satu terbesar obsesi Mao adalah soal pesawat jet dan ingin membangun pabriknya di RRC, keranjingan Mao pada Jet Tempur ketularan Stalin yang saat itu sudah melihat peran besar "perang udara" dalam mewujudkan kemenangan pertempuran.

Bung Karno ingin Indonesia menjadi jagoan nomor satu di udara. Untuk itulah ia membangun riset pengembangan jet di Bandung, yang awalnya sederhana. Kemudian riset Atom, Bung Karno ingin anak anak muda Indonesia paham betapa pentingnya penguasaan wilayah udara selain matra darat dan laut.

Bung Karno mengarahkan Angkatan Udara dari Suryadarma ke Omar Dhani yang usianya teramat muda, masih sekitar 38 tahun, dengan umurnya yang amat muda itu, Omar Dhani diserahi tanggung jawab untuk merestrukturisasi kekuatan Angkatan Udara, dan ini dilakukan Omar Dhani dengan cepat, sehingga Indonesia bisa dikatakan salah satu yang terkuat di dunia, karena bukan saja kecanggihan pesawat yang dimiliki, roket roket udara dan rudalnya, tapi karena adanya pelatihan yang terus menerus mendidik pilot pilot tempur baru.

Bisa dikatakan dua Jenderal ini adalah "anak kesayangan" Bung Karno. "Putro Lanangku" seringkali menyebut untuk mengartikan Yani dan Omar Dhani.

Dua orang ini kemudian berakhir tragis, Yani hilang dan ditemukan dalam sumur lubang buaya pada peristiwa Gestok 1965, sementara Omar Dhani dibui puluhan tahun saat Orde Baru berkuasa dan baru bebas tahun 1995.

Revolusi yang memakan anak kandungnya sendiri..........

-Anton DH Nugrahanto-.